KISAH NABI MUSA : TERLIBAT PERKELAHIAN DENGAN ORANG QIBTI HINGGA KELUAR DARI MESIR DAN TINGGAL DI MADYAN
Nabi Musa ‘Alaihissalam adalah salah satu nabi yang diutus kepada bani israil pada masa pemerintahan zalim fir’aun di mesir kuno. Nasab beliau berasal dari garis Lawi (Levi) bin Ya’kub yaitu Musa bin Imran bin Qahats bin Azar bin Lawi bin Ya’kub. Setelah menceritakan kisah awal kelahiran beliau sebelumnya “awal kelahiran dan hingga diasuh fir’aun dan istrinya”, kali ini penulis fokus melanjutkannya kisah ketika beliau sudah tumbuh dewasa dengan peristiwa terbunuhnya orang Qibti olehnya hingga terpaksa keluar dari mesir dan hidup di Madyan. Kelanjutan kisah tersebut diabadikan dalam QS Al-Qasas ayat 14-28.
Selama tinggal bersama keluarga fir’aun, Musa mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan [1]. Saat dewasa, beliau tumbuh menjadi orang yang cerdas dengan akal yang sempurna. Allah menganugerahkan hikmah (tanda kenabian) serta pengetahuan kepadanya [2] sehingga beliau mengetahui bahwa dirinya adalah keturunan bani Israil (bukan anak kandung fir’aun) [1].
Suatu hari Musa mengunjungi kota dan mendapati dua orang yang sedang berkelahi, yang satunya adalah dari golongan Bani Israil sedangkan seorang lagi dari kaum Qibti (asli mesir). Saat itu yang dari golongan Bani Israil meminta pertolongan kepada beliau untuk mengalahkan yang satunya. Karena kasihan melihat golongan bain israil tersebut terdesak, beliau spontan membantunya dan melayangkan tinju kepada orang Qibti tersebut hingga mati dengan satu pukulan. Dengan matinya orang Qibti tersebut, beliau langsung tersadar dan menyesal seraya berkata “Ini adalah perbuatan setan. Sungguh dia (setan itu) adalah musuh yang jelas menyesatkan” [3]. Beliau kemudian berdoa meminta ampunan “Ya Rabbi, sesungguhnya aku telah menzalimi diriku sendiri, maka ampunilah aku”, dan Allah pun mengampuninya [4].
Hari selanjutnya, Musa kembali keluar dari istana untuk mengunjungi kota, namun kali ini dengan perasaan ketakutan karena insiden sebelumnya. Saat itu tiba-tiba beliau mendapati orang bani israil yang sebelumnya, orang tersebut kembali meminta pertolongan kepadanya, namun kali ini beliau mengecam dan berkata kepada orang tersebut “engkau sungguh orang yang nyata-nyata sesat”. [5]. Walaupun beliau mengecam orang bani israil tersebut, beliau tetap simpati dan hendak menolongnya [1]. Ketika beliau akan memukul orang yang satunya, tiba tiba orang tersebut menghindar dan berkata “wahai Musa! Apakah engkau bermaksud membunuhku, sebagaimana kemarin engkau membunuh seseorang ? Engkau hanya bermaksud menjadi orang yang berbuat sewenang-wenang di negeri ini, dan engkau tidak bermaksud menjadi salah seorang dari orang-orang yang mengadakan perdamaian” [6]. Tak lama setelah itu, datanglah seorang laki-laki bergegas dari ujung kota memberitahu Musa bahwa para pembesar negeri sedang berunding tentangnya lalu menyehati beliau agar keluar dari kota tersebut (kota dimana Musa dibesarkan tersebut) [7]. Kemudian Musa bergegas keluar dari kota itu dengan rasa takut dan waspada jika ada yang menyusul atau menangkapnya seraya berdoa “Ya Rabbi, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim itu” [8]. Dalam perjalanan menuju Madyan, beliau berdoa lagi meminta petunjuk dari Allah agar menunjukkannya ke jalan yang benar [9].
Setelah perjalanan panjang dan sampai di Madyan, Musa mampir ke sebuah sumber air di kota tersebut. Di tempat itu beliau mendapati dua orang perempuan yang sedang menghambat ternaknya di belakang banyak orang pengembala. Beliau heran dan bertanya “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu) ?”, lalu kedua perembuan itu menjawab “Kami tidak dapat memberi minum (ternak kami), sebelum para pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedangkan ayah kami adalah orang tua yang telah lanjut usianya” [10]. Mendengar penjelasan itu, Beliau kemudian menolong kedua perempuan tersebut untuk memberi minum ternak mereka. kemudian beliau kembali ke tempat yang teduh, beliau sedang dalam keadaan lapar setelah perjalanan jauh lalu berdoa “Ya Rabbi, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan (makanan) yang Engkau turunkan kepadaku” [1,11]. Tak lama setelah itu, salah seorang dari dua perempuan sebelumnya mendatangi beliau dengan malu-malu untuk memberitahukan bahwa ayah mereka (Syeikh Madyan) mengundangnya ke rumah agar dapat memberi balasan atas kebaikannya dalam memberi minum ternak mereka. Ketika Musa sampai di rumah mereka, beliau bertemu dengan ayah mereka (Syeikh Madyan) lalu menceritakan peristiwa yang menjadi alasan beliau terpaksa keluar dari Mesir, mendengar cerita itu kemudian Syeikh Madyan tersebut berkata “Janganlah engkau takut! Engkau telah selamat dari orang-orang yang zalim itu” [1,12]. Setelah itu salah satu dari kedua putrinya tersebut menawarkan pada ayah mereka (Syeikh Madyan) agar Musa dapat bekerja di keluarga mereka seraya berkata “Wahai ayahku! Jadikanlah dia sebagai pekerja (pada kita), sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau ambil sebagai pekerja (pada kita) adalah orang yang kuat dan dapat dipercaya” [13]. Syeikh Madyan kemudian memberitahu niat baiknya yaitu menikahkan Musa dengan salah satu putrinya, beliau berkata “Sesungguhnya aku bermaksud ingin menikahkan engkau dengan salah seorang dari kedua anak perempuanku ini, dengan ketentuan bahwa engkau bekerja padaku selama delapan tahun dan jika engkau sempurnakan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) darimu, dan aku tidak bermaksud memberatkan engkau. In syaa Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang baik” [14]. Mendengar niat dari Syeikh Madyan tersebut, Musa kemudian menerima niat beliau untuk menikahi salah seorang dari Putri Syeikh Madyan tersebut seraya berkata “Itu (perjanjian) antara aku dan engkau. Yang mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu yang aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan atas diriku. Dan Allah menjadi saksi atas apa yang kita ucapkan” [15]. Setelah itu Musa pun menikahi putri Syeikh Madyan sesuai kesepakatan lalu tinggal dan bekerja di rumah itu mengurus semua hewan ternak itu.
Dari kisah Musa kali ini dapat kita ambil pelajaran bahwa apabila kita melakukan kesalahan maka hendaklah langsung bertaubat meminta ampunan kepada Allah karena Allah itu Maha Pengampun, lalu kita juga hendaknya saling tolong menolong antara sesama manusia, dan kita hendaknya juga mengingat Allah di setiap langkah kita agar senantiasa selalu dalam lindungan-Nya. Wallahu a’lam bisshawaaab…..
Referensi
[1] Tafsir Ibnu Katsir
[2] QS Al-Qasas ayat 14
[3] QS Al-Qasas ayat 15
[4] QS Al-Qasas ayat 16
[5] QS Al-Qasas ayat 18
[6] QS Al-Qasas ayat 19
[7] QS Al-Qasas ayat 20
[8] QS Al-Qasas ayat 21
[9] QS Al-Qasas ayat 22
[10] QS Al-Qasas ayat 23
[11] QS Al-Qasas ayat 24
[12] QS Al-Qasas ayat 25
[13] QS Al-Qasas ayat 26
[14] QS Al-Qasas ayat 27
[15] QS Al-Qasas ayat 28
Comments
Post a Comment